Jalurmedia.c0m -Kebijakan yang dikeluarkan oleh The Fed sebagai Bank Sentral Amerika Serikat berimbas kepada rupiah dan saham. The Fed telah mengumumkan bahwa akan mempercepat terkait dengan pengurangan pembelian aset atau yang disebut dengan tapering. Hal ini tentunya juga mempengaruhi neraca perdagangan dan pergerakan rupiah bagi Indonesia.
Dikutip dari CNN Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa nilai tukar rupiah, surat berharga negara (SBN) serta saham akan terancam dampak kebijakan normalisasi di seluruh dunia. Normalisasi ini dilakukan di sektor dari segi fiskal maupun moneter dari pemerintah dan bank sentral.
Sri Mulyani juga menyatakan bahwa banyak negara yang akan menerapkan exit policy pada 2022. Kebijakan fiskal sudah mulai distandarisasi dan kebijakan moneter sudah dinormalisasi. Dampak exit policy antar negara bisa saja menimbulkan isu yang cukup kompleks.
Adapun jika Bank Sentral Dunia melakukan normalisasi kebijakan moneter, maka akan mengurangi dukungan negara terhadap sektor ekonomi dan keuangan, tambah Sri Mulyani. Salah satunya adalah mengurangi dukungan likuiditas ke pasar. Ini mempengaruhi uang atau dana investor di negara lain.
Arus masuk modal atau capital flow dapat mengalir keluar dari negara-negara berkembang dan berkembang, yang mempengaruhi nilai tukar rupiah, obligasi pemerintah, dan harga ekuitas. Perlu diketahui bahwa ini dapat menjadi ancaman bagi sektor keuangan Indonesia.
Di sisi lain, bahwa jika pemerintah negara lain menormalkan kebijakan fiskal, insentif publik akan berkurang kepada masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah.
Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya inflasi, yang meliputi 6,8% di Amerika Serikat, 4% atau lebih di Jerman, 10% di Brasil, dan 8% atau lebih di Meksiko.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa persoalan kenaikan inflasi saat ini tidak lagi bersifat sementara dan semakin parah. Alasan kenaikan tingkat inflasi bukan hanya karena kekurangan kontainer, harga bahan baku yang meningkat, tenaga kerja tidak kembali ke industri, tetapi permintaan sudah pulih.
Kebijakan G20 sebagai solusi
Indonesia harus merespons berbagai ancaman tersebut terkait dengan normalisasi dunia atas nilai tukar rupiah dan saham. Salah satunya adalah merumuskan kebijakan dalam Kepresidenan G20.
Sementara itu, konferensi G20 di Indonesia diklaim telah membawa manfaat ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat. Misalnya dari bagian tenaga kerja yang dikerahkan saat acara hingga kebijakan ekonomi dan fiskal yang akan dibuat nantinya.
“Jadi pembicaraan G20 ini tentang politik, tetapi juga mempengaruhi kehidupan orang Indonesia, tetapi jika politik salah, itu akan berdampak besar pada ekonomi.” Imbuh Sri Mulyani.
Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan beberapa langkah yang diambil bank sentral untuk menangani normalisasi kebijakan di negara-negara di dunia. Pertama, mengharuskan bank sentral negara lain untuk secara hati-hati merencanakan standarisasi kebijakan dan mentransfernya ke bank sentral negara lain.
Kedua, bank sentral merespon kebijakan normalisasi dengan bekerja sama dengan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi.
Ketiga, Bank Indonesia mendorong Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu negara-negara berkembang juga. Hal ini karena negara dapat meningkatkan kesiapannya untuk menghadapi perubahan di masa depan.