Dipolisikan karena mengkritik Pidato Jokowi, Greenpeace Buka Suara
News

Dipolisikan karena mengkritik Pidato Jokowi, Greenpeace Buka Suara

Jalurmedia.com – Asep Komarudin, selaku juru kampanya hutan Greenpeace Indonesia akhirnya membuka suara. Ia mengatakan langkah yang diambil Sekjen Komite Pemberantasan Mafia Hukum, Husin Shahab, telah merusak keadaan demokrasi Indonesia. Sebelumnya, Husin mempolisikan dua anggota Greenpeace karena mengkritik pidato Presiden Jokowi di COP26, Glasgow.

Asep berpendapat bahwa tidak seharusnya sebuah kritik ditanggapi dengan melaporkan ke kepolisian. Seharusnya kritik ditanggapi dengan dialog. Asep juga mengatakan bahwa pelaporan seperti ini merusak iklim demokrasi, seharusnya kritik terhadap pemerintah tidak ditanggapi dengan laporan polisi.

Kendati demikian, Asep dan pihaknya mengaku siap untuk menghadapi pelaporan tersebut. Asep menegaskan bahwa data yang telah disampaikan oleh Greenpeace ke publik merupakan data yang valid. Asep mengatakan pihaknya akan hadapi laporan ini meski kita sedang dalam krisis iklim yang membutuhkan aksi nyata pemerintah.

Anggota Greenpeace Dilaporkan

Husin Shahab melaporkan dua anggota Greenpeace setelah mereka mengkritik pidato Jokowi di KTT Cop 26 di Glasgow. Kedua anggota tersebut dilaporkan dalam perkara membuat berita bohong yang menimbulkan keonaran. Tak hanya itu, Husin juga menyebut kedua orang itu menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan permusuhan ataupun rasa kebencian.

Sebelumnya Husin melaporkan Greenpeace dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 28 ayat (2) juncto pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga Husin gunakan dalam menggugat anggota Greenpeace tersebut.

Data Valid Greenpeace

Leonard Simanjuntak, selaku ketua Greenpeace Indonesia yang juga sebagai terlapor, turut membantah bahwa data yang dipaparkan oleh pihaknya tidak valid dan hoaks. Bahkan Leo juga mengatakan bahwa data tersebut dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri.

Dikutip dari CNN Indonesia, Leo menjelaskan bahwa data deforestasi yang mereka gunakan merupakan data resmi dari KLHK sendiri. Ia menegaskan bahwa pihaknya menyampaikan pandangannya berdasarkan interpretasi yang dimiliki. Pendekatan yang dilakukan merupakan hak intelektual pribadi. Artinya, kita dapat memandang suatu persoalan menggunakan data yang sama namun dengan sudut pandang yang berbeda.

Leo menjelaskan, di tahun 2018 Greenpeace memakai pendekatan moratorium izin hutan. Kemudian pihak Greenpeace menggunakan perbandingan 8 tahun ke belakang. Greenpeace melihat, dalam rentang waktu 8 tahun sebelum dan 8 tahun sesudah moratorium justru terjadi peningkatan deforestasi. Padahal, jika moratorium diberlakukan seharusnya deforestasi menurun.

Leo menyebut moratorium awalnya memang ditetapkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menjabat sebagai presiden pada tahun 2011. Selanjutnya dilanjutkan pada masa kepemimpinan Joko Widodo di tahun 2019 menjadi moratorium permanen. Namun, hasilnya tidak memuaskan.

Ia mengatakan kebijakan kemudian diteruskan oleh Pak Jokowi. Hal ini disebabkan hasil yang didapat untuk persoalan deforestasi Greenpeace, dari penetapan moratorium ini, tidaklah menggembirakan.

Leo juga menambahkan bahwa deforestasi yang terjadi justru meningkat. Hal itulah yang Greenpeace gaungkan sejak minggu lalu. Greenpeace berhak untuk memberikan kritik, dan ini merupakan kritik yang diberikan Greenpeace.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *