Jalurmedia.com – Cokelat kini menjadi makanan yang sangat digemari. Karena dipercaya dapat membantu meningkatkan mood, tak hanya anak-anak, makanan manis ini juga menjadi hidangan favorit bagi orang dewasa. Namun, dengan banyaknya peminat cokelat, keberadaan cokelat kini semakin menipis. Hal ini menyebaban para pelaku industri cokelat mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi krisis bahan baku berupa biji kakao yang tidak dapat dihindari.
Permasalahan ini telah menjadi perbincangan pelaku bisnis cokelat sejak tahun 2020 silam. Dalam pengamatan mereka, 5 tahun kedepan yaitu tahun 2025, akan terjadi krisis cokelat.
Afrika Penghasil Kakao/ Cokelat Terbesar
Penurunan drastis cokelat ini menyebabkan melonjaknya harga cokelat. Hal ini tidak menurunkan semangat para pelaku bisnis untuk tetap berjuang memenuhi permintaan konsumen. Cocoa Barometer dalam analisisnya membagikan data hasil pengamatan kokoa di benua Afrika. Dalam pengamatan tersebut disebutkan bahwa persediaan kakao di dunia kini dalam bahaya.
Afrika dipilih karena merupakan daerah penghasil kakao terbesar di dunia. Tepatnya di Afrika Barat. Afrika Barat merupakan penghasil lebih dari 50% kakao di dunia. Jika penelitian tadi akurat, maka dipastikan bahwa kedepannya persediaan kakao di seluruh dunia akan sangat berkurang bahkan sampai habis seluruhnya.
Namun nasib baik bagi pecinta cokelat, karena meskipun keberadaan biji kakao mulai berkurang dan permintaan cokelat sangat besar, biji kakao masih dijual dengan harga yang terbilang cukup murah.
Penyebab Menipisnya Cokelat Dunia
Cocoa Barometer mengatakan, rendahnya harga berbanding lurus dengan rendahnya upah yang diberikan kepada petani kakao. Hal inilah yang menyebabkan kehidupan petani penghasil kakao sangat jauh dari kata cukup. Inilah yang dirasa menjadi salah satu alasan menurunnya produksi biji cokelat.
Karena rendahnya upah yang mereka terima, para petani akhirnya memutuskan untuk berhenti menanam pohon cokelat dan akhirnya berubah haluan menjadi buruh pabrik.
Penulis sekaligus pendiri Cocoa Barrometer, Antonie Fountain mengatakan, meskipun para pelaku usaha cokelat hingga kini terus mengupayakan perkebunan kakao, kehidupan petani tetap tidak menjadi fokus mereka. Sehingga kemiskinan yang petani alami tetap tidak mendapat penanganan.
Jika hal ini terus berlanjut, sector perkebunan kakao tidak akan mengalami perubahan signifikan.
Penghasilan Petani Kakao
Di dalam pernyataan Cocoa Barometer selanjutnya disebutkan bahwa para petani hanya memperoleh kurang dari 2 USD per harinya atau setara dengan Rp 26.000. Meskipun seharusnya jumlah ini dapat ditingkatkan mengingat hampir 16 persen dari penjualan cokelat di dunia merupakan hasil dari benih kakao sebelumnya yang dibudidaya secara berulang. Maka, tidak diperlukan biaya lagi untuk proses penanaman benih dan pembelian lahan baru.
Persentase tersebut meningkat sebanyak 2 persen dari tahun 2009 dan diperkirakan akan dapat semakin meningkat bila kesejahteraan petani menjadi prioritas pelaku usaha cokelat..