Ancaman Taliban: Siap Gantung Jurnalis di Alun-alun Kota
News

Ancaman Taliban: Siap Gantung Jurnalis di Alun-alun Kota

Jalurmedia.com – Kelompok bersenjata Taliban yang telah menguasai Afghanistan, Taliban mengancam akan menggantung seorang jurnalis. Ancaman Taliban tersebut nampaknya secara serius ditujukan pada para jurnalis. Bahkan mereka mengancam akan siap gantung jurnalis di alun-alun kota. Hal itu bisa saja terjadi apabila jurnalis tersebut masih menulis cerita tentang pemukulan dan penggeledahan rumah yang dilakukan oleh kelompok bersenjata tersebut.

Ancaman Taliban Terhadap Jurnalis dan Media

Beberapa jurnalis juga mengungkapkan bahwa otoritas lokal Taliban langsung menghubungi para jurnalis. Teruitama mereka yang sebelumnya menulis cerita tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan kelompok tersebut.

Akibat ancaman tersebut, banyak media di Afghanistan menutup kantor mereka. Mereka juga hanya menerbitkan artikel secara online. Hal tersebut dilakukan karena takut akan balas dendam yang akan dilancarkan, seperti yang dikutip dari The Independent.

Tak hanya itu, pemimpin redaksi dari sebuah kantor media yang dikelola oleh perempuan juga mengungkapkan keresahan yang sama. Ia mengatakan bahwa jurnalis yang berada dibawah naungan media nya diperintah untuk menggunakan nama palsu. Hal tersebut dilkaukan demi menutupi identitas mereka yang sebenarnya.

“Saya biasanya memproduksi berita tentang tes keperawanan dan kekerasan terhadap perempuan. Karena situasi seperti ini, kami tak bisa lagi menulis hal tersebut,” ungkap seorang jurnalis perempuan di Herat.

“Sampai saat ini, tidak ada program yang mengangkat masalah perempuan. Terlebih di media televisi. Semua konten yang bersifat dukasi dan juga hiburan telah dihentikan,” ungkapnya lebih lanjut.

Jurnalis Ketakutan Untuk Bekerja

Pemerintah Taliban juga dengan aktif mendatangi media di Afghanistan. Mereka dengan tegas melarang para media tersebut menggunakan kata ‘Taliban’. Mereka juga meminta para media tersebut untuk mulai menggunakan kata ‘Emirat Islam’ di setiap pemberitaan mereka tentang Taliban.

Yang lebih parah lagi, media lokal juga diminta untuk mengganti istilah bom bunuh diri dengan kata syahid, seperti yang diterangkan oleh salah satu pejabat intelijen di salah satu wilayah Afghanistan.

Rupanya keganasan kelompok Taliban tidak berhenti sampai disitu. Salah satu pemimpin redaksi media lokal Afghanistan juga menceritakan bahwa banyak karyawannya yang memutuskan untuk berhenti bekerja. Ini disebabkan karena mereka takut akan Taliban. “Akses informasi menjadi sangat minim,” ungkapnya.

Patricia Gossman selaku direktur Human Rights Watch di Asia, mengungkapkan bahwa aturan Taliban yang baru terkait media tersebut sangat kejam. Aturan tersebut menunjukkan upaya kelompok bersenjata Taliban untuk membungkam kritik yang diberikan kepada mereka.

“Hilangnya ruang untuk perbedaan pendapat dan pembatasan yang semakin kejam untuk perempuan di bidang media dan seni tentunya sangat menghancurkan,” ungkap Gossman.

Jurnalis Mengecam Uturan Taliban Ynag Merugikan Kaum Perempuan

Mengutip The Guardian, wartawan dan aktivis Afghanistan juga sudah mengecam pedoman keagamaan yang dibuat Taliban. Terutama terkait konten yang akan diinformasikan oleh para media. Pedoman tersebut dianggap membatasi peran perempuan di TV. Terlebih mengingat kelompok tersebut tengah bergerak membatasi media hingga saat ini.

Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Taliban juga dikabarkan sudah meminta media-media Afghanistan untuk tak lagi menampilkan drama dan opera yang diperankan oleh para aktris. Taliban juga meminta media untuk tidak memutar film ataupun program yang dianggap melawan nilai-nilai Islam dan juga Afghanistan.

Reporter perempuan di Afghanistan juga diwajibkan untuk menggunakan jilbab di tempat kerja. Hingga saat ini, Taliban memang dikenal sangat ketat untuk membatasi peran perempuan Afghanistan di berbagai bidang.

Taliban juga dengan tegas melarang murid perempuan untuk bersekolah dan mendapat pendidikna yang layak. Kelompok bersenjata ini juga sering melakukan kekerasan kepada perempuan yang menuntut hak mereka saat melakukan demonstrasi.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *