Isu Gender: Perempuan Sebagai Kaum Tertindas
Opini

Isu Gender: Perempuan Sebagai Kaum Tertindas

OPINI, Jalurmedia.com – Kasus atas kekerasan terhadap perempuan seakan tak ada habisnya sejak zaman dahulu kala. Sejak dulu perempuan sudah dijadikan alat atas amarah seseorang. Penindasan terhadap perempuan terus terjadi baik dalam ruang lingkup kehidupan pribadi maupun dalam cakupan ruang lingkup sosial yang lebih luas. Isu Gender dengan melibatkan kekerasan dan penindasan terhadap perempuan tak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja. Namun juga dapat dilakukan sesama perempuan. Hal ini dapat terjadi bahkan di dalam institusi tertentu seperti kelompok sosial maupun negara.

Perempuan yang selalu dianggap lemah dan tidak memiliki otoritas yang lebih tinggi dari laki-laki menjadi dasar penindasan terhadap perempuan itu sendiri. Kasus kekerasan terhadap perempuan pun semakin melonjak tinggi dalam beberapa tahun terakhir bahkan dapat mencapai kenaikan lebih dari 100% dalam satu tahun.

Isu yang sangat menonjol tentunya adalah kekerasan dalam rumah tangga. Atas perlakukan laki-laki yang selalu menganggap diri mereka lebih kuat dan seakan perempuan tak berdaya. Sebagai bentuk kepedulian dan dalam usaha untuk menolak kekerasan yang terus terjadi terhadap perempuan, maka sejak 1981 silam pada tanggal 25 November diperingati sebagai hari anti kekerasan terhadap perempuan. Sudah sepantasnya isu berbasis gender layak untuk lebih diperhatikan mengingat konsep dari kesetaraan gender itu sendiri.

Isu Gender: Perempuan sebagai korban kekerasan seksual

Tindak atas kekerasan seksual yang terjadi terhadap perempuan di seluruh dunia terus mengalami lonjakan yang tinggi dari tahun ke tahun. Perempuan terus dijadikan sasaran atas pelampiasan laki-laki atas hawa nafsunya. Kaum laki-laki yang selalu menganggap diri mereka lebih maskulin merasa lebih dapat melakukan kontrol atas segala hal dan termasuk terhadap perempuan.

Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa faktor dominan yang ada pada laki-laki atas ke maskulinitas mereka membuat budaya patriarki terus berkembang. Laki-laki merasa lebih memiliki hak istimewa dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki merasa mereka lebih rasional, kuat dan dapat melakukan segala hal.

Kekerasan terhadap perempuan pun dapat berangkat dari aspek mana saja. Hal kecil yang dapat dilihat adalah dari pelecehan yang terjadi terhadap perempuan. Contoh saja seperti banyak kasus laki-laki yang menggoda perempuan karena gaya pakaian.

Seringkali gaya busana dari perempuan dianggap mengundang laki-laki untuk melakukan pelecehan seksual kepada perempuan. Padahal hal ini tak hanya karena gaya berbusana dari kaum perempuan.

Jika kaum laki-laki lebih teredukasi atas diri mereka sendiri maka mereka akan lebih dapat untuk mencerna pikiran mereka untuk tidak memikirkan hal-hal yang berbau negatif. Khususnya terhadap perempuan dengan asas bahwa perempuan mengundang laki-laki untuk melakukan tindakan yang tak senonoh.

Dari hal kecil pelecehan pun masuk ke hal besar dalam aksi kaum laki-laki itu sendiri. Perlakukan kasar dan semena-mena terus dialami oleh perempuan terutama dalam hal KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).

Jika ada konflik yang terjadi maka laki-laki cenderung akan menggunakan kekuatannya melalui kekerasan dengan memojokan kaum perempuan. Alasan utama adalah anggapan bahwa perempuan itu lemah dan tak mampu untuk melawan.

Isu Gender: Emansipasi terhadap perempuan

Sudah seharusnya sejak adanya konsep emansipasi dan penyetaraan gender muncul sudah tidak ada lagi kasus-kasus seperti pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan muncul dimuka bumi. Namun kasus ini bukannya menurun malah terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pada zaman globalisasi dan modern ini sudah seharusnya lebih disadari bahwa perempuan juga merupakan kaum yang kuat yang seharusnya tidak ditindas. Perlakuan atas tindakan kekerasan tak seharusnya dialami oleh perempuan. Sejak zaman dahulu perempuan sudah dapat untuk mengenyam pendidikan seperti yang didapatkan oleh kaum laki-laki. Perempuan juga sudah bisa untuk lebih mandiri.

Perempuan dapat untuk lebih bisa memainkan multi peran dibandingkan dengan laki-laki. Selain bisa berperan sebagai perempuan seutuhnya namun perempuan juga sudah mampu untuk melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki.

Seperti contohnya zaman dahulu pekerjaan pilot hanya dapat dilakukan oleh kaum laki-laki namun sekarang banyak kaum perempuan yang terjun ke dunia otomotif termasuk dengan menjadi pilot.

Kemudian contoh lainnya adalah sejak zaman dahulu AS sebagai negara adidaya tidak pernah memiliki Presiden maupun Wakil Presiden dari kaum laki-laki. Namun pada 2020 Kamala Harris terpilih sebagai Wakil Presiden perempuan pertama untuk AS.

Fakta bahwa perempuan lebih berkompeten dari laki-laki adalah bahwa perempuan memang lebih menggunakan emosional dibandingkan dengan laki-laki. Namun ketelitian perempuan dalam bekerja adalah hal yang tak dimiliki oleh kaum laki-laki.

Laki-laki memang lebih mengutamakan rasionalitas dalam bekerja, namun perempuan dapat mixed antara keduanya yakni emosional dan rasionalitas. Untuk itu multi peran yang dimiliki oleh wanita sudah sepantasnya untuk tidak disepelekan oleh kaum laki-laki.

Karena perempuan sudah lebih mandiri atas perannya sebagai perempuan, maka tidak sepantasnya jika perempuan masih mendapatkan perlakukan yang tidak semena-mena seperti pelecehan dan kekerasan seksual seakan perempuan sebagai kaum yang sangat tertindas di lingkungan sosial.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *