News Opini

Sosok Pahlawan Perempuan Pejuang Pendidikan Indonesia

Jalurmedia.com – Peringatan Hari Pahlawan bertujuan untuk memperingati jasa dan perjuangan para pahlawan yang berjuang mengusir penjajah dari tanah Indonesia, terutama pada peristiwa heroik di Surabaya pada tahun 1945, dimana banyak korban berjatuhan. Dan berikut ini kita akan membahas sosok pahlawan perempuan pejuang pendidikan Indonesia.

Kita tak perlu hanya merayakan hari Pahlawan pada 10 November setiap tahunnya, namun perlu diingat bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan pada generasi sekarang untuk menanamkan kemandirian.

Tidak hanya perjuangan dan pengusiran para penjajah, tapi juga jasa para pahlawan di dunia pendidikan juga sangat baik. Kita akrab dengan Ki Hajar Dewantara, dan ketertarikannya pada pendidikan di Indonesia melahirkan Perguruan Nasional Taman Siswa, pelopor sistem pendidikan Indonesia.

Namun selain Ki Hajar Dewantara, ada tiga perempuan pahlawan pendidikan yang berjuang untuk pendidikan Indonesia. Siapa sajakah mereka? Dilansir dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi, ini dia sosok pahlawan perempuan dibalik dunia pendidikan Indonesia.

Pahlawan Perempuan Pejuang Pendidikan Indonesia

1. R.A. Kartini

R.A. Kartini
Source: Wikipedia.org

Raden Ajeng Kartini terkenal dengan pembebasan perempuan di Indonesia.  Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara. Beliau secara aktif memperjuangkan hak-hak perempuan adat yang tidak mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki.

Kartini tidak hanya tertarik pada pembebasan, tetapi juga pada pendidikan perempuan pribumi yang tidak berpendidikan pada saat itu. Di akhir hayatnya, ia mendirikan sekolah perempuan untuk masyarakat adat di Rembang agar mereka bisa mengenyam pendidikan.

Raden Ajeng Kartini berasal dari golongan Priyai atau bangsawan Jawa. Ia adalah putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara tak lama setelah Kartini lahir.

Kartini mulai belajar mandiri di rumah, ia juga mahir berbahasa Belanda dan mulai menulis surat kepada teman koresponden dari Belanda, orang itu adalah Rosa Abendanon, yang sangat mendukungnya.

Dilihat dari buku, surat kabar, dan majalah Eropa, Kartini tertarik dengan perkembangan pemikiran di kalangan wanita Eropa. Ia tahu bahwa perempuan pribumi memiliki status sosial yang rendah dan memiliki keinginan untuk memajukan perempuan pribumi.

2. Dewi Sartika

Dewi Sartika
Source: Wikipedia.org

Dewi Sartika adalah pahlawan wanita Bumi Parahyangan. Selain Kartini, Dewi Sartika merupakan salah satu pahlawan wanita yang memperjuangkan hak-hak wanita, khususnya di bidang pendidikan. Pahlawan perempuan kita ini lahir pada tanggal 4 Desember 1884 di Cicalengka, Jawa Barat.

Upaya Dewi Sartika dikukuhkan dengan berdirinya Sekolah Istri pada tahun 1904. Sekolah ini diperuntukkan bagi wanita yang ingin mengenyam pendidikan. Sekolah Istri tersebut banyak mengajari wanita tentang menjahit, merajut, menyulam, memasak, pengasuh anak, agama, dan banyak lagi.

Setelah ayahnya meninggal, dia tinggal bersama pamannya. Dia sebelumnya memiliki pengetahuan tentang budaya Barat, tetapi dididik dalam budaya Sunda oleh pamannya.

Pada tahun 1899 Dewi Sartika memutuskan pindah ke Bandung. Sekolah Raden Dewi berkembang pesat. Namun, karena pendudukan Jepang, sekolah menghadapi krisis keuangan dan peralatan.

Setelah kemerdekaan, kesehatan Dewi Sartika mulai memburuk. Ketika invasi Belanda terjadi pada masa Perang Kemerdekaan, ia terpaksa mengungsi ke Tasikmalaya. Dewi Sartika meninggal di Cineam pada 11 September 1947, di mana ia dimakamkan. Setelah situasi aman, makamnya dipindahkan ke Jalan Karang Anyar di Bandung.

3. Rohana Kudus

Rohana Kudus
Source: Wikipedia.org

Rohana Kudus dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019. Lahir 20 Desember 1884 di Agam, Sumatera Barat, pahlawan perempuan ini merupakan representasi pers perempuan yang peduli dengan dunia pendidikan perempuan.

Rohana Kudus mengungkapkan keprihatinannya dengan mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setiya (KAS) di Koto Gadang pada tahun 1911. Sekolah keterampilan khusus ini untuk anak perempuan. Mereka diajarkan untuk mengelola literasi, keuangan, pendidikan agama, sopan santun dan bahasa Belanda.

Jadi inilah tiga pahlawan nasional wanita yang berjuang di sepanjang jalur pendidikan. Kami berharap generasi penerus bangsa akan menghargai prestasi para pahlawan ini dengan semangat belajar untuk mencerahkan kehidupan mereka.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *