Jalurmedia.com – Fahmi Salim selaku Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan sikap terhadap mata uang digital kripto. Fahmi mengaku bahwa pihaknya belum berubah pikiran terkait belum diterbitkannya fatwa haram untuk kripto. Fahmi juga tak ingin tergesa-gesa dalam memberi hukum atau fatwa haram/halal pada suatu hal tanpa ada kajian menyeluruh.
Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fahmi Salim menjelaskan bahwa kripto sebagai uang atau alat tukar bisa saja sah. Hal itu bisa terjadi apabila pemerintah ataupun pihak otoritas pemerintah sudah memberikan pengakuan dan juga jaminan atas mata uang digital tersebut.
Fahmi juga mencontohkan apabila Bank Indonesia (BI) resmi menerbitkan kripto dalam bentuk rupiah digital, maka bisa saja hukumnya diperbolehkan. Hal ini karena ada penjamin resminya yaitu pemeritah itu sendiri.
Yang ia khawatirkan banyak orang adalah mata uang digital kripto yang tidak ada underlying asetnya. Dalam praktiknya hal tersebut akan lebih mengarah pada spekulasi. Jika bersifat gharar, Fahmi menyebut situasi tersebut dapat secara otomatis hukumnya dilarang.
“Mata uang kripto itu sah. Namun tergantung sama otoritas negara yang memberi jaminan dan pengakuan. Tanpa regulasi tersebut, maka gak akan secara bebas bisa digunakan. Terutama karena akan lebih banyak mudaratnya, tidak ada underlying asetnya dan tidak ada otoritas yang mengatur dengan jelas,” Ungkap Fahmi seperti yang dikutip dari CNNIndonesia, Kamis (28/10).
Fatwa Haram Untuk Kripto Belum Keluar
Meski belum mengeluarkan fatwa, Fahmi menyarankan kepada para umat untuk menghindari melakukan jual beli (trading) kripto. Sedangkan untuk kirpto yang bersifat komoditas atau punya underlying aset, pihaknya berpendapat bahwa transaksi tersebut boleh saja dilakukan.
“Sebaiknya (umat) menghndari dulu transaksi trading kripto. Tapi kalau komoditas kripto boleh. Ini artinya ada barangnya dan ada underlying. Jadi itu bisa dikriptokan asetnya,” ungkapnya lebih jelas.
Sementara, lewat situs web resmi Muhammadiyah, Februari lalu, Fahmi juga menuliskan pernyataan sikap dari Muhammadiyah. Menurut pihakntya, di dunia Islam kini belum ada fatwa yang secara khusus dapat dijadikan pedoman. Terlebih untuk bersama-sama menyepakati hukum uang kripto yang dimaksud.
“Para fuqaha saat ini sangat berhati-hati. Terutama untuk memfatwakannya,” ungkap Fahmi seperti dikutip pada Kamis (28/10).
Secara pribadi, Fahmi berpendapat bahwa hukum mata uang kripto sangat bergantung pada penggunaannya. Entah itu untuk kebaikan atau kejahatan.
“Teknologi ‘kripto’ saat ini sebetulnya adalah bebas nilai. Jadi kalau digunakan untuk melahirkan produk yang haram atau jasa yang haram, maka produknya akan bernilai haram. Namun kalau digunakan untuk menghasilkan yang hal-hal baik dan halal maka produknya bisa tetap halal,” pungkasnya.