Kominfo Imbau Pemilik Platform Media Sosial Untuk Bersama Perangi Hoax
Technology

Kominfo Imbau Pemilik Platform Media Sosial Untuk Bersama Perangi Hoax

Jalurmedia.com – Antonius Marau, Koordinator Pengendalian Konten Internet Kementerian Informasi dan Informatika atau Kominfo, mengatakan setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya, namun tetap ada hal yang harus diwaspadai, seperti selebriti dengan banyak pengikut di media sosial.

“Kami hanya tidak ingin program pemerintah (vaksinasi) terbengkalai atau mempengaruhi masyarakat hingga membahayakan nyawa orang lain,” kata Antonius, Jumat (20 Agustus 2021).

Baca juga: OnlyFans Larang Konten Seksual, Mulai Oktober !

 

Banyak Selebriti Yang Menolak Vaksin

Antonius membicarakan hal ini sehubungan dengan banyak selebriti yang memiliki banyak pengikut yang mengungkapkan pendapatnya di jejaring sosial. Mereka menolak vaksin, dan menyangkal fakta tentang COVID-19.

Dia mengatakan tidak apa-apa jika tidak ada yang percaya pada virus Covid-19 saat ini yang melanda dunia. Atau mengambil posisi tidak berpartisipasi dalam vaksinasi karena alasannya sendiri. Yang penting adalah dia tidak mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Selain itu, Antonius mengingatkan masyarakat akan kritik dan skeptis ketika membaca informasi di media sosial agar tidak terjerumus ke dalam jebakan pranks. Dia menyarankan masyarakat untuk memperhatikan berita utama yang mencolok dan provokatif.

“Untuk masyarakat luas, hati-hati ketika memulai dengan headline. Orang harus terbiasa skeptis, dan ketika mereka membaca berita dari headline yang provokatif, mereka tidak mudah percaya”  kata Antonius.

Waspadai Tindakan Provokasi di Sosial Media

Ia mengatakan banyak orang bisa mewaspadai hal-hal yang bersifat provokasi, termasuk mereka yang tidak begitu paham bagaimana cara mengecek fakta di dunia maya. Dia menyarankan masyarakat untuk mencari sumber berita resmi yang membahas topik serupa sebagai perbandingan yang dapat membantu mengungkap informasi faktual. Selanjutnya, pastikan sumber berita yang Anda sampaikan adalah lembaga yang terpercaya. Tentukan apakah informasi itu faktual atau berbasis opini.

Juga, periksa keaslian foto yang dilampirkan pada informasi. Ada fungsi untuk pencarian gambar dari platform seperti Google dan Yandex dengan menyeret dan memasukkan gambar ke dalam kotak pencarian. Anda akan menemukan asal gambar nanti. Berita yang mengandung informasi yang tidak benar dapat menampilkan foto dari sumber yang tidak terkait dengan informasi provokatif.

Untuk pemeriksaan fakta yang lebih teknis, ia menyarankan mereka yang benar-benar tidak tahu cara meminta bantuan orang terdekat yang paham aktifitas online.

“Tentu saja Anda bisa meminta anak-anak untuk memeriksa gambar-gambar itu. Biasanya anak muda lebih skeptis, dan kritis ” katanya.

Dia menjelaskan mengapa masih ada orang yang percaya hoax. Beberapa orang tidak ingin percaya pada kebenaran dan lebih memilih untuk percaya hanya pada apa yang sesuai dengan asumsi mereka.

“Sebenarnya itu tergantung pemikirannya. Apa yang dikatakan para ilmuwan dan pakar tidak ada gunanya baginya, karena dia hanya bisa mempercayai apa yang dia atau kelompoknya yakini,” kata Antonius menjelaskan.

Pembuat Konten Rawan Menyebarkan Hoax

Kemalasan untuk menegaskan kembali konten adalah faktor lain kenapa masyarakat bisa percaya pada hoax. Ini mungkin karena mereka tidak tahu cara melakukannya, atau karena algoritme media sosial sering kali menampilkan konten yang dikomentari dan dibagikan secara luas. Beberapa orang menganggapnya benar karena informasi itu disebarkan dari mulut ke mulut.

Faktor lainnya adalah orang-orang yang telah mengungkapkan pendapatnya, meskipun mereka telah membaca berita utama tetapi tidak keseluruhan berita. Hal ini disebabkan karena orang tersebut tidak mau membuka situs berita karena menghemat paket kuota internet, atau menjadi emosional karena headline yang mencolok dan tidak bisa membedakan antara sindiran dan kebohongan.

Menurut Antonius, di tengah pandemi COVID-19, bahayanya bukan hanya virus corona tetapi juga hoax COVID-19.

Menurut Antonius, ada tiga motif penyebaran hoax. Mereka yang ingin terkenal dan viral, seperti mereka yang menyebarkan hoax di Depok, mereka yang didorong oleh alasan finansial karena ingin menarik pengunjung, dan sering kali karena alasan politik sebelum pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.

Per 31 Juli 2021, ada 8.814 hoax umum, 1.859 hoax soal COVID-19, 295 tentang vaksin COVID-19, dan 42 hoax mengenai Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM).

Baca juga: Industri Televisi Indonesia Menuju TV Digital. Bagaimana Ceritanya?

 

Literasi Digital Oleh Kominfo

Kominfo mencegah dan mengambil tindakan dengan memastikan literasi digital. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memahami penggunaan internet, memblokir situs dan konten yang menyebarkan hoax, menjelaskan masalah hoax masyarakat melalui berbagai media, dan menindak pelaku kejahatan, pencipta, dan distributor dengan melakukan kerjasama dengan Polri.

Kominfo diharapkan berjalan dari hulu ke hilir. Sehingga berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat.

Selain itu, Kominfo juga melakukan tindakan langsung untuk mengurangi penyebaran hoaks melalui kolaborasi antara teknologi dan platform media sosial. Di sini, Kominfo bermitra dengan penyedia platform media sosial untuk memerangi konten palsu (penghapusan) dan meningkatkan inovasi seperti pelacakan aplikasi. Selain itu, Kominfo memberikan bantuan teknis untuk mengawasi distribusi konten palsu. (Din)

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *