Jalurmedia.com – Penembak Korea Selatan Jin Jong-Oh dikabarkan telah bertindak rasis pada pesainnya Javad Foroughi yang merupakan atlet menembak asal Iran. Jin dikabarkan telah menyebut Foroughi sebagai teroris. Foroughi merupakan atlet menembak yang berhasil memenangkan medali emas di nomor pistol 10 meter putra. Jin Jong-Oh kedapatan menyebut rivalnya yang berasal dari Iran sebagai “teroris” ketika Jin baru saja tida di bandara Seoul.
“Bagaimana bisa seorang teroris merebut medali emas? Ini hal yang paling konyol dan membingungkan” kata Jin kepada wartawan saat ia baru saja tiba di Bandara Seoul, seperti dikutip Korea Times, pada hari Minggu, (1/8/2021).
Pernyataan Jin Jong-Oh yang mengarah pada tindakan rasis tersebut lantas menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat luas. Sejak saat itu, muncul hashtag #SouthKoreaRacist. Hal tersebut juga membuat tagar ini menjadi sangat populer dan menempatkannnya pada top trending topic di Twitter.
Melihat gemuruh warganet yang mengecam opini yang dikeluarkan oleh penembak andalan Korea Selatan ini, Jin kemudian dengan segera mengumumkan permintaan maafnya di media sosial. Ia mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada penembak Iran Foroughi dan selalu menghormati juara Olimpiade.
Ternyata ini bukan pertama kalinya Korea Selatan diserang atas dasar rasisme. Misalnya saja pada pembukaan Olimpiade di Tokyo lalu. Salah satu media televisi Korea Selatan yang turut menyiarkan penyelenggaraan pembukaan Olimpiade Tokyo 2020, MBCTV, juga menunjukkan stereotip dan penilaian negatif bahkan mengarah pada tindakan rasis terhadap negara-negara peserta. Hal ini telah menyinggung banyak warga yang disebut-sebut oleh negara tersebut. Bahkan Indonesia dan Haiti menjadi negara yang turut mengalami tindak rasisme yang dilakukan oleh media televisi Korea Selatan tersebut.
Korea Selatan Dan Sikap Rasis nya Yang Sering Terjadi!
Sebagaimana dinyatakan di situs resmi World Values Survey (WVS) pada 1 Agustus, 15,2% dari 1.245 warga Korea yang disurvei, mengatakan bahwa mereka tidak ingin menjadi tetangga dari orang-orang yang memiliki ras yang berbeda. Survei ini mengambil resonden dari rentang waktu tahun 2017 hingga 2020. Namun rupanya angka ini jauh lebih baik dari hasil survei di tahun 2010 hingga 2014. Dimana pada rentang waktu ini, sebanyak 34,1% warga Korea menolak bertetangga dengan orang yang berbeda ras.
Menurut survei WVS yang dilakukan pada tahun 2010 hingga 2014, jumlah orang Korea yang tidak menginginkan imigran atau pekerja asing adalah 44,2%. Namun angka ini kian menurun menjadi 22% dari tahun 2017 hingga 2020 ini.
Seperti yang dikutip dari Korea Herald, menurut survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea yang dilakukan pada tanggal 22 Juli hingga 5 September 2019 menujukkan angka yang fantastis. Total sebanyak 68,4% dari warga asing pernah mengalami tindak diskriminasi saat menjalani kehidupan di negara ginseng tersebut. Sementara sebanyak 56% diantaranya mengalami tindakan rasisme dalam bentuk verbal.
Sedangkan sebanyak 46,9% dari responden mengaku pernah mendapat gangguan privasi. Tidak hanya itu, nyatanya sebanyak 43,1% responden justru pernah mendapat perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja. 28,9% justru pernah ditolak saat melamar pekerjaan dan 7% mengaku pernah dilecehkan secara seksual.
Sekitar 48,9% responden yang hanya bisa menerima fakta bahwa diri mereka menjadi korban diskriminasi di Korea Selatan tanpa ada niatan untuk melaporkannya. Sementara sebanyak 50,2% melaporkan kepada keluarga dan teman. Lantas sekitar 32% korban rasisme mengaku pernah mencari bantuan dari teman dan kolega. Sementara 29% menganggapnya sebagai diskriminasi “alami” bagi orang asing.
Melihat data ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea menyimpulkan bahwa rasisme ini didasarkan pada posisi supremasi Korea Selatan yang membenci imigran dari negara miskin. Mereka juga meminta pemerintah Korea Selatan untuk meloloskan undang-undang anti-diskriminasi sesegera mungkin. (pus)