Jalurmedia.com – Penelitian baru menunjukkan bahwa stres terkait pandemi telah mendorong banyak perokok untuk lebih sering merokok selama pandemi. Sementara yang lain merokok lebih banyak karena mereka bisa dan memiliki kesempatan. “Bekerja di rumah memungkinkan saya untuk merokok sesuka hati daripada berada di lingkungan bebas asap rokok selama 8 jam per hari,” kata salah satu peserta studi kepada peneliti.
Rokok memiliki zat adiktif yang berarti dapat menimbulkan ketergantungan bagi penggunanya. Sifat adiktif rokok tersebut berasal dari nikotin yang terkandung dalam rokok. Menurut Soetjiningsih, setelah seseorang menghirup asap rokok maka dalam 7 detik nikotin akan mencapai otak.
Apa pun alasannya, setiap peningkatan merokok dapat menempatkan orang-orang ini pada risiko ketergantungan yang lebih besar. Hal ini juga membuat mereka lebih sulit untuk berhenti. Ini diungkapkan oleh penulis studi Jessica Yingst. Ia merupakan asisten profesor ilmu kesehatan masyarakat di Penn State’s College of Medicine, di Hershey, Penn.
Menurut Yingst dalam rilis berita Penn State, mencari tahu mengapa orang lebih banyak merokok selama pandmei dapat membantu peneliti. Terutama dalam mengidentifikasi cara yang lebih baik untuk mengatasi upaya penghentian selama pandemi.
“Metode baru seperti telemedicine dan peningkatan pesan kesehatan masyarakat dapat mendorong orang untuk berhenti merokok tanpa adanya kelompok pendukung publik atau intervensi langsung lainnya,” ujarnya.
Merokok Lebih Banyak Salama Pandemi
Dalam studi tersebut, Yingst dan rekan-rekannya di Pusat Penelitian Tembakau dan Kesehatan Penn State bertanya kepada 291 perokok tentang penggunaan tembakau mereka sebelum dan selama bulan-bulan awal pandemi.
Hampir sepertiga mengatakan mereka merokok lebih banyak selama pandemi dan menyebutkan faktor-faktor seperti stres, lebih banyak waktu luang dan kebosanan untuk peningkatan tersebut.
Dalam penelitian juga ditemukan bahwa hanya 10% perokok yang mengatakan mereka merokok lebih sedikit selama pandemi. Hal ini disebabkan karena perubahan jadwal, berada di sekitar bukan perokok (seperti anak-anak) dan alasan kesehatan.
Hampir seperempat perokok mengatakan mereka mencoba berhenti merokok selama pandemi. Sementara sepertiga dari mereka mengatakan keputusan itu didasarkan pada pengurangan risiko penyakit parah jika mereka tertular COVID-19.
Sementara itu, hanya tujuh perokok yang berhasil menghentikan semua penggunaan tembakau. Hal ini juga tertulis dalam laporan yang diterbitkan di International Journal of Environmental Research and Public Health. Para perokok juga diberikan pertanyaan terkait bagaimana mereka menilai risiko kesehatan mereka selama pandemi.
Lebih dari dua pertiga percaya bahwa risiko tertular COVID-19 sama dengan bukan perokok. Akan tetapi lebih dari setengahnya berpikir mereka berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi serius dari COVID-19.
Hasil meta-analisis dari 16 penelitian yang dilakukan Askin Gülsen,dkk. dalam jurnal Pulmonary Medicine juga menunjukkan bahwa mereka yang memiliki riwayat merokok dan perokok aktif secara signifikan meningkatkan risiko COVID-19 yang parah. Selain itu, satu meta-analisis sebelumnya melaporkan bahwa keparahan penyakit meningkat mengingat riwayat merokok yang ada.