Jalurmedia.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan kebocoran data yang dijual oleh peretas tidak dapat dibeli oleh pemerintah dan menyarankan para peretas yang meretas data 1,3 miliar nomor registrasi SIM untuk tidak melakukan akses ilegal.
“Jangan serang kalau bisa. Setiap kali pembobolan data menyusahkan masyarakat, itu kan perbuatan akses ilegal,” kata Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo, Senin (5/9).
Dia mengatakan masyarakat akan menjadi pihak yang paling dirugikan jika terjadi insiden kebocoran data. Semuel mengatakan masyarakat sering kali memberikan data ini kepada pihak lain karena mereka membutuhkan akses ke layanan.
“Makanya jangan pernah biarkan komunitas melakukan ini. Maksud saya, mereka sebenarnya menyerang masyarakat sebenarnya. Jika ingin mempermalukan, permalukan dia dengan cara lain.” Tolong jangan sebarkan data ke publik, ” ucap Semuel.
Selain itu, Samuel mengaku tidak ingin membeli data pribadi yang dijual oleh akun pengunduh bernama Björka di forum peretas. Karena kesannya seolah pemerintah sebagai penadah barang curian.
“Anda menerima data pribadi termasuk barang gratis ini. Ini pelanggaran. Gratis pun itu tetap saja data ini data pribadi orang lain. Apakah orang itu setuju dengan Anda? Apa bedanya dengan barang curian? Nggak mungkin beli dari pemerintah kan,” katanya.
Sebanyak 1,3 miliar data registrasi kartu SIM 87GB dijual di pasar gelap oleh pengguna BreachForums bernama Bjorka. Ia mematok harga US$50.000 (sekitar Rp 744 juta), termasuk sampel data 2 GB.
Kebocoran data besar-besaran ini juga telah dicatat oleh netizen dan aktivis digital. Misalnya, Teguh Aprianto menilai Kominfo tidak memberikan perlindungan terbaik terhadap data publik.
Peneliti siber di CISSRec (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha membenarkan keakuratan data tersebut. Karena ada nomor kontak yang bisa dihubungi.
Semuel mengakui hingga 20% sampel tumpang tindih antar data NIK. Hal itu menyusul penyelidikan yang melibatkan Kominfo, Cybercrime Polri, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan seluruh Operator Seluler (Opsel).