Jalurmedia.com – Berdasarkan Buku Tahunan Demografis PBB, dikatakan bahwa Jepang mengalami penurunan jumlah penduduk. Seperti yang dikutip dari laporan Japan Times pada Mei 2021 lalu, Data pemerintah Jepang menunjukkan bahwa perkiraan populasi anak-anak Jepang telah menyentuh titik terendah. Hal ini bahkan menjadi yang terendah selama 40 tahun terakhir.
Hingga April 2021, data Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang menyebutkan bahwa jumlah anak usia 14 tahun atau lebih muda telah mencapai 14.93 juta jiwa. Jumlah ini mengalami penurunan 190 ribu lebih sedikit daripada tahun sebelumnya. Angka ini juga menjadi angka terendah sejak tahun 1950 lalu.
Data tersebut juga menunjukkan rasio anak-anak dalam populasi keseluruhan yang berada di titik terendah, Yakni hanya sebesar 11.9 %. Angka tersebut diperoleh oleh Jepang setelah 47 tahun mengalami penurunan rasio. Jepang pun menjadi negara dengan populasi terendah di antara 33 negara lainnya di dunia.
Berdasarkan Buku Tahunan Demografis PBB, Jepang menjadi negara yang jumlah populasinya berada di bawah Korea Selatan dan juga Italia.
Mengapa Jepang Mengalami Penurunan Populasi
Penurunan jumlah penduduk Jepang dipercaya akibat dari kesalahan para pemuda di negara sakura tersebut. Seentara itu, pada sebuah tulisan yang diterbitkan oleh the Atlantic, alasan dari penurunan populasi di Jepang juga terungkap.
Dalam tulisan tersebut, sedikitnya peluang kerja yang bagus bagi kaum pemuda di Jepang, khususnya laki-laki menjadi penyebab utama dari penurunan populasi.
Layaknya di beberapa negara Asia lainnya, laki-laki di Jepang masih dianggap sebagai pencari nafkah dan penyokong keluarga. Dengan minimnya peluang pekerjaan yang bagus, maka hal itu menciptakan golongan pria yang tidak ingin menikah dan tidak ingin memiliki keturunan.
Banyak juga beranggapan bahwa calon pasangan dari para pemuda jepang juga tahu bahwa mereka tidak akan mampu.
Seperti dikutip dari The Atlantic, Anne Allison yang merupakan Seorang Profesor Antropologi Kultural di Duke University mengatakan bahwa ketidakstabilan ekonomi adalah alasan mengapa populasi penduduk di Jepang semakin menurun. Lapangan kerja yang tidak tetap menjadi akar dari minimnya peluang ekonomi yang tidak stabil ini.
Sebelumnya, Jepang memiliki tradisi “pekerjaan tetap”. Tradisi ini muncul bertahun-tahun lalu pasca perang. Melihat hal itu, Jeff Kingston yang merupakan seorang profesor di Temple University Jepang berbicara mengenai hasil penelitiannya.
Ia menerangkan bahwa di tahun 2017 saja, sebanyak 40 persen tenaga kerja Jepang justru bekerja di sektor pekerjaan tidak tetap. Hal ini membuktikan bahwa banyak diantara penduduk Jepang melakukan pekerjaan tidak tetap atau part time. Pekerjaan tidak tetap menghasilkan upah yang cenderung lebih rendah dan tidak memiliki tunjangan.
Menurut Kingston, peningkatan jumlah pekerja tidak tetap di Jepang sudah dimulai pada tahun 1990-an. Ini terjadi ketika pemerintah Jepang melakukan revisi terhadap undang-undang perburuhan. Revisi undang-undang tersebut memungkinkan penggunaan pekerja sementara yang jauh lebih luas.
Selain itu, pemerintah juga memberikan ijin pada perusahaan untuk menggunakan pekerja kontrak yang dipekerjakan perusahaan perantara.
Kondisi tersebut justru diperparah dengan adanya tren global yang memberi tekanan lebih besar pada perusahaan untuk memangkas biaya produksi. Sehingga dengan demikian, para pemilik perusahaan di Jepang semakin mengandalkan pekerja sementara dibanding dengan pekerja tetap.
COVID-19 Memperparah Keadaan
Budaya yang mengandalkan laki-laki sebagai pencari nafkah seperti yang berada di Jepang justru menimbulkan implikasi yang serius. Terutama soal pernikahan dan memiliki keturunan.
Ryosuke Nishida yang merupakan profesor di Tokyo Institute of Technology, berpendapat bahwa ketika ada pasangan yang ingin menikah dan keduanya memiliki pekerjaan tidak tetap, maka orang tua dari kedua pihak akan cenderung tidak mengizinkan mereka untuk menikah.
“Jepang memiliki pemahaman bahwa laki-laki harus memiliki pekerjaan tetapi sehingga dapat menjamin kebutuhan hidup,” tutur Nishida. Ia juga menambahkan bahwa ketika seseorang sudah lulus kuliah namun tidak kunjung mendapatkan pekerjaan tetap, maka itu adalah sebuah kegagalan.
Di samping itu wabah pandemi COVID-19 juga disebut menjadi salah satu alasan dari penurunan jumlah penduduk di Jepang. Menurut sebuah laporan oleh Nippon pada Mei 2021 lalu, Pandemi COVID-19 justru memperburuk stabilitas ekonomi warga Jepang. Hal itu yang membuat banyak penduduk jepang yang masih berstatus lajang, enggan untuk memulai kehidupan berumah tangga.
Menurut Kementrian Kesehatan Jepang, angka kehamilan di negara tersebut menurun dibanding tahun sebelumnya. Sejumlah faktor terkait COVID-19 juga ikut berperan menghambat tingkat kelahiran di Jepang.
Orang-orang juga menghindari melakukan kunjungan yang tidak penting karena khawatir tertular COVID-19. Selain itu, adanya aturan pembatasan sosial juga turut mempengaruhi kegiatan kencan dan pernikahan bagi para penduduknya.