Jalurmedia.com – Pernahkah kamu mendengar istilah toxic positivity? Konsep ini seperti paradoks. Kamu akan menghadapi emosi negatif di antara pemeran positif yang akan menjadi racun bagi mereka yang menerimanya. Hal ini dikarenakan tidak semua orang membutuhkan nasehat positif agar dapat memperbaiki diri ketika menghadapi suatu masalah. Apakah kamu ingin tahu lebih banyak toxic positivity? Berikut adalah gambaran lengkapnya.
Apa itu Toxic Positivity?
Setiap orang memiliki masalah yang bisa membuat emosinya rapuh. Ketika seseorang berusaha untuk menghilangkan masalah yang sedang ia hadapi, ia biasanya membicarakannya dengan orang yang ia percaya. Misalkan Kamu dipecat karena pandemi untuk mengurangi staf. Kemudian teman Kamu mencoba menghibur Kamu dengan mengatakan, “Lihat sisi positifnya, Kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik daripada kantor Kamu saat ini.”
Pendapat lain di sekitar Kamu: “Aku yakin Kamu masih bisa menemukan pekerjaan baru. Ada kasus yang lebih buruk dari Kamu.”
Sayangnya, reaksi yang biasanya positif ini adalah kebalikan dari apa yang Kamu rasakan. Alasannya adalah orang yang menghadapi masalah biasanya ingin dipahami dalam situasi mereka saat ini. Nah penggalan cerita di atas adalah contoh dari toxic positivity. Sederhananya, toxic positivity dapat diartikan sebagai keyakinan untuk mempertahankan pola pikir positif, tidak peduli seberapa buruk dan sulit situasinya.
Baca juga: Dikelilingi Oleh Orang-Orang Toxic? Inilah Sasaran Empuk Orang Toxic!
Efek Negatif Pada Kesehatan Mental
Menurut situs Mayo Clinic, berpikir positif adalah salah satu kunci untuk mengatasi suatu masalah. Mengapa? Menghadapi sebuah masalah bisa membuat pikiran Kamu semakin rumit jika Kamu khawatir ada hal buruk akan terjadi. Alih-alih menemukan solusi, pikiran negatif ini dapat membuat masalah tidak terpecahkan, menumpuk, dan menyebabkan stres.
Inilah sebabnya mengapa kebanyakan orang berpikir bahwa mereka harus berpikir positif ketika menghadapi suatu masalah. Sayangnya, anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini karena ada batasan berpikir positif yang dapat digunakan untuk menangkal masalah. Karena jika Kamu melangkah terlalu jauh, pikiran positif bisa menjadi racun bagi Kamu.
Mendengarkan toxic positivity tidak akan membuat Kamu merasa lebih baik. Situasinya bisa menjadi lebih buruk, terutama bagi mereka yang rentan stres dan memiliki penyakit mental seperti depresi.
Ada beberapa alasan mengapa toxic positivity dapat mempengaruhi kesehatan mental orang yang bermasalah dan bahkan memiliki konsekuensi yang berbahaya. Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Kamu merasa seperti sedang disalahkan
Ketika seseorang memiliki masalah, mereka harus mengakui bahwa emosi yang mereka alami benar. Karena itu, ia berbagi masalah dan perasaan mereka dengan orang yang mereka percayai agar merasa lebih tenang. Sayangnya, dia malah menerima saran yang terlihat positif, tetapi membuatnya merasa bahwa apa yang dia rasakan salah.
2. Terhidar Dari Emosi Sebenarnya
Ketika seseorang menunjukkan toxic positivity, mereka cenderung menenggelamkan emosi yang mereka alami. Akhir ia akan menutupi perasaan yang sebenarnya karena terpengaruh nasihat toxic positivity, akibatnya ia justru menghindari hal yang membuatnya tidak nyaman. Itu juga akan mencegahnya menghadapi situasi yang membuatnya tidak nyaman atau takut. Seperti gelas yang selalu diisi air, ia akan meluap jika wadahnya penuh. Nah, jika emosi yang Kamu alami tidak diungkapkan, bisa meledak kapan saja. Demikian pula, masalah dapat menyebabkan kondisi mental Kamu semakin memburuk.
Baca juga: Toxic relationship Adalah Hubungan Yang Bikin Mental Down! Perbaiki Segera!
Tanda Kalau Kamu Sudah Terpengaruh
1. Kamu lebih suka menghindari atau membiarkan masalah daripada menghadapinya dan mencari solusi.
2. Saat menghadapi masalah, Kamu lebih menyalahkan diri sendiri, marah, dan frustrasi.
3. Menyembunyikan emosi yang benar-benar Kamu rasakan dan terpaksa merasa baik-baik saja.
4. Kamu dapat menganggap rendah orang yang tidak memiliki pemikiran positif tentang masalah.
Cara Menghindar Menjadi Toxic Positivity Terhadap Orang Lain
Ada saat-saat ketika Kamu mengalami masalah. Namun, ada juga saat Kamu menjadi pendengar bagi mereka yang sedang berjuang. Terkadang Kamu tidak mengerti bahwa apa yang Kamu katakan menjadi toxic positivity bagi mereka.
Ketika seorang teman memberi tahu Kamu tentang masalah yang mereka hadapi, coba bayangkan Kamu berada di posisi mereka. Empati adalah cara untuk membuatnya merasa dimengerti.
Kamu dapat mengungkapkan empati atas perasaan mereka atas apa yang mereka alami. Misalnya, dengan seorang teman yang dipecat dari pekerjaan. “Saya sangat menyesal Kamu dikeluarkan dari kantor. Wajar jika Kamu kecewa atau marah dengan keadaan Kamu saat ini.”
Pernyataan seperti itu setidaknya membuat mereka merasa dihargai karena ada orang yang bisa memahami perasaan mereka. Dalam beberapa kasus, pernyataan optimis hanya berubah menjadi hal positif yang beracun. Jadi berempatilah, karena kita juga ingin dimengerti ketika masalah muncul.
Baca juga: Tanda Kamu Harus Mengakhiri Hubungan Persahabatan Dengan Teman Toxic!
Cara Menghindari Toxic Positivity
Jika Kamu pernah mengalaminya, ikuti langkah-langkah ini agar tidak terpengaruh oleh toxic positivity:
1. Kelola emosi negatif Kamu, yaitu jangan menyangkalnya tetapi jangan biarkan mereka lepas kendali. Alasan untuk ini adalah bahwa emosi negatif dapat membuat stres ketika dikendalikan. Namun, emosi ini juga dapat memberikan informasi penting yang dapat membawa perubahan positif dalam hidup Kamu.
2. Bersikaplah realistis tentang bagaimana perasaan Kamu seharusnya. Saat dihadapkan pada situasi yang membuat stres, wajar jika Kamu mengalami stres, kecemasan, atau bahkan kecemasan. Namun, Kamu tidak harus membenamkan diri dalam situasi tersebut. Kamu harus mendaki untuk menemukan jalan keluar dari negara bagian.
3. Alih-alih menghindari emosi yang sulit, biarkan diri Kamu merasakannya. Lebih baik mengekspresikan emosi ini daripada menghindarinya. Kamu dapat menangis ketika Kamu benar-benar perlu mengungkapkan perasaan sedih dan frustrasi Kamu. Namun, setelah itu, cobalah untuk secara bertahap menghilangkan emosi tersebut.
Ketika Kamu mengalami kesulitan dalam hidup, ekspresikan emosi Kamu secara produktif, seperti B. dengan membuat jurnal. Penelitian telah menunjukkan bahwa mengungkapkan perasaan Kamu dapat membantu mengurangi intensitas perasaan negatif. (Din)